Sabtu, 20 Maret 2010

Kesesatan dalam gerejaNya

Sejarah gereja memang seringkali dinodai dengan konsep ajaran yang tidak Alkitabiah mengenai ketidakmungkinan pemimpin jemaat untuk berbuat salah. Sehebat apa pun dia, memang sudah kodrat manusi, mendorong orang untuk lepas dari tanggung jawab pribadinya kepada Tuhan. Sebagai pelariannya mereka mencari pemimpin yang dirasa mampu menjawab kebutuhan untuk mempertanggungjawabkan keputusan-keputusan pribadinya. Orang berdosa cenderung mencari pemimpin yang tidak bersalah.
Adalah wajar apabila orang menjadi gamang jika disebut pemimpinnya bisa bersalah. Konsep ini sangat jauh dari harapan orang kebanyakan. Tapi umat Tuhan yang dibekali dengan kebenaran, harus mengingat bahwa hanya Tuhan saja yang tidak mungkin bersalah.

A. Pemimpin Jemaat Bisa Tersesat
Dalam konsep Alkitab sangat jelas bahwa seseorang atau beberapa pemimpin jemaat bisa sesat. Jangankan pemimpin jemaat biasa, seorang nabi atau rasul pun bisa salah. Sejarah gereja banyak diwarnai noktah merah, sesatnya para pemimpin jemaat. Jadi alangkah naifnya jika seseorang mengatakan bahwa pemimpin jemaat mengklaim bahwa dirinya tidak mungkin bersalah. Sesat atau tidaknya, yang menjadi tolak ukuran adalah Alkitab. Sayangnya sering kali pemimpin jemaat dianggap dan diperlakukan seperti “Tuhan” yang tidak bisa salah. Paling tidak, mereka dinyatakan sebagai wakil Tuhan di dunia yang tidak boleh dikritisi dan dikoreksi, sebab jika melakukan hal itu berarti melawan Tuhan. Untuk itu ucapan Daud ketika menghadapi Saul, dimaknai secara membabi buta. “ Jangan mengusik orang- orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat terhadap nabi-nabiku”( 1 Taw 16:22; Mzm 105:15 ).
Takutnya seseorang untuk menegur pemimpin yang salah dikarenakan karena egoisme yang menyublim menjadi sikap masa bodoh dan ketakutan yang salah. Para pemimpin yang tidak takut Tuhan aka meneror jemaat dengan intimidasi akan mendapat ganjaran kutuk atau tidak diberkati Tuhan.
Di samping karena adanya pemahaman yang salah mengenai masalah budaya juga yang memberi andil sikap kurang bertanggung jawab ini. Orang Timur kurang berani bersikap kritis dengan terang- terangan mengoreksi. Oleh sebab itu masyarakat Kristen di Indonesia menolak untuk berbicara mengenai kesalahan para rohaniwan/gereja.
Rasul Paulus mengatakan bila dirinya atau malaikat dari Surga memberitakan injil yang berbeda dengan injil yang berbeda dengan injil yan diberitakan Tuhan Yesus, maka perlu dikutuk ( Gal 1: 8-9 ). Paulus menegaskan bahwa hamba Tuhan seperti dirinya bisa berubah dan mengajarnya yang salah. Di sini tampak kejujran Paulus,walaupun ia hamba Tuhan yang sangat besar dengan segala pengalaman rohani yang dialaminya, tetapi ia tetap mengakui bahwa dirinya tetap manusia yang bisa berbuat salah.
Seorang pengkotbah tidak boleh menganggap bahwa kotbah yang disampaikan tidak mungkin salah, sekalipun ia mengatasnamakan Tuhan dalam penyampaiannya. Oleh karena itu pentingnya peran jemaat dalam menganalisis kotbah yang disampaikan. Apakah kotbah yang disampaikan alkitabiah atau tidak? Atau sekedar ayatiah karena diambil berdasarkan ayat- ayat Alkitab namun isinya pola pikir manusia yang justru tidak Alkitabiah dan menyesatkan gereja Tuhan..Karena ukuran kebenaran bukan suara Tuhan yang didengar dari hamba Tuhan atau nubuat, karena nubuat dan suara yang diakui sebagai suara “Tuhan” bersifat subjektif dan sangat besar kemungkinannya salah, maka ukuran kebenaran hanya Alkitab. Kalau seorang rasul seperti Paulus bisa mempertimbangkan dirinya bisa salah dalam menyampaikan pemberitaannya, apalagi pendeta pada hari ini; sangat besar kemungkinannya untuk bisa menyimpang dari kebenaran Alkitab. Orang yang berhenti bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan karena merasa sudah dewasa padahal belum dewasa, pasti pengajaran yang diajarkan tidak sepaham dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan.
Untuk itu alkitab dalam 1 Yoh 4: 1 mengatakan agar setiap kita menguji setiap roh. Bukan orang semata, tetapi roh dan tentu ajarannya. Menit ini si pengkotbah bisa memberitakan kebenaran Tuhan tetapi bisa saja kemudian ia menjadi sesat.





B. Wajah Gereja Masa Kini
Beberapa dasawarsa belakangan ini, telah terjadi perpindahan besar- besaran anggota gereja ke gereja lain. Kebanyakan polanya adalah dari gereja- gereja mainstream pindah ke gereja- gereja movement. Gereja- gereja mainstream yang dimaksud adalah gereja- gereja lama. Tetapi belakangan ini, pola perpindahannya mengalami perubahan dari gereja yang “kurang disenangi” menuju gereja yang “sesuai selera” jemaat.
Perpindahan ini memang tak dapat dihindarkan tapi yang menjadi permasalahan serius untuk diteliti adalah apa penyebab perpindahan tersebut? Jika kita telaah, maka kita dapat menemukan bahwa jemaat tidak menemukan “kebutuhan” di gereja “lama”. Gereja- gereja mainstream dianggap tidak dapat memuaskan “dahaga” jemaat akan nilai persekutuan. Acaranya persekutuan atau keakraban, maka itu akan diserbu oleh jemaat Tuhan. Acara- acara monoton dalam gereja yang tekanannya pada liturgi menimbulkan kejenuhan dalam jemaat Tuhan.
Gereja mainstream dianggap telah suam dan sekaligus dituduh tidak berjalan dalam kebenaran Tuhan. Melalui persekutuan seperti itu, akhirnya banyak bermunculan acara- acara kebaktian, seperti KKR, kebaktian kesembuhan ilahi, dan sebagainya. Di samping sebagai penyejuk jemaat Tuhan, ini juga membangkitkan gereja agar tetap terjaga.
Secara cerdas, seorang tokoh etika Kristen, J Verkuyl, menyatakan bahwa terjadinya migrasi bahkan munculnya sektarianisme dalam gereja Tuhan sejatinya merupakan akibat “utang” gereja yang belum lunas. Ketika gereja berutang, akibatnya Tuhan akan mencelikkan mata gereja melalui “ajaran” pemulihan atau bisa jadi ektrem yang merupakan efek dari pincangnya gereja.
Kekristenan di Indonesia mengalami pergerakan- pergerakan dan perubahan- perubahan yang signifikan. Harus diakaui bahwa dampak positifnya adalah orang Kristen yang tadinya tidak datang ke gereja menjadi jemaat yang setia dan mulai aktif di dalam pelayanan. Melalui acara- acara di luar gereja “lama”, terbangun pola ibadah baru yang terasa akrab, lagu- lagu yang dinyanyikan, kotbah-kotbah yang disampaikan serta respon yang spontanitas dalam merespon kotbah yang disampaikan, dan sebagainya yang telah menyebabkan warna jiwa ibadah dan hidup kekristenan jemaat bahkan teologinya berubah. Inilah yang menyebabkan jemaat tidak betah dengan liturgy atau pola ibadah di gereja “lama”. Sebagai efek samping dari meningkat tajamnya kebutuhan pengkotbah, maka munculnya para pengkotbah kelas “karbitan” yang mengaku “membawa api kebangunan rohani”. Kelompok ini berusaha membawa sebanyak mungkin jemaat keluar dari gereja lama dan masuk ke dalam persekutuan yang dipromosikannya sebagai lebih tinggi kualitas rohaninya.
Perpindahan jemaat ini memuculkan tuduhan “mencuri domba orang lain”. Gereja- gereja baru biasanya tidak peduli dengan tuduhan semacam ini. Iklim ini bisa diciptakan dalam lingkungan gereja di Indonesia: pemodal kuatlah yang berhasil menarik jemaat. Tak dapat disangkali, muncul kompetisi di dalam gereja untuk mendapatkan jemaat yang lebih banyak lagi untuk masuk ke dalam persekutuan mereka. Dari menampilkan artis- artis, penyanyi rohani, janji kesembuhan pemulihan ekonomi dan sebagainya yang menjadikan ibadah lebih “dinikmati”. Dalam fenomena ini, kesatuan tubuh Kristus menjadi bias.
Jemaat awam yang tadinya muncul sebagai “penggembira” tanpa peran sama sekali dalam pelayanan ternyata mampu menjadi tokoh-tokoh utama dan pemimpin dalam gereja yang baru. Dalam hal ini mulai terbangun “keimaman awam”, artinya orang yang tidak pernah duduk di sekolah teologia atau mendapat pelatihan sebagai pendeta dapat menjadi rohaniwan yang berkotbah di depan jemaat yang mengatasnamakan Tuhan menyampaikan firmanNya. Dalam hal ini terdapat kecenderungan mudahnya seseorang menyandang jabatan pendeta. Dengan berkata demikian bukan berarti untuk menjadi pendeta harus sekolah teologia tapi jika seseorang yang tidak pernah sekolah di bangku teolagia berkotbah di depan jemaat, sangat besar kemungkinan kotbahnya tidak alkitabiah, karena tidak diambil berdasarkan eksegesis atau penafsiran yang benar. Untuk menafsirkan apa yang tertulis di dalam alkitab dibutuhkan pengetahuan mengenai budaya pada saat kitab itu ditulis, bahasa asli kitab itu dan untuk siapa kitab itu ditulis. Jika tanpa penafsiran dan pengertian yang benar, kotbah yang dari alkitab pun sebenarnya hanyalah alat setan yang digunakan untuk merusak pola pikir manusia. Kelihatannya benar karena diambil dari alkitab namun hanya “ayatiah” tidak alkitabiah. Alangkah menakutkannya hal ini.
Sekarang mari kita pertanyakan dengan jujur, apakah jemaat sekarang yang berbondong- bondong datang ke gereja benar- benar mengalami kelahiran baru atau menjalani hidup sesuai kebenaran seperti yang Tuhan Yesus ajarkan? Hendaknya ukuran lahir baru yang dipahami bukan hanya berdasarkan ukuran bahwa mereka yang tadinya tidak datang ke gereja sekarang sudah datang ke gereja. Pembaharuan hidup tidak hanya diukur dengan kehadiran dalam kebaktian, tetapi perubahan hidup.
Bila kit baca dalam 2 Kor 5:17 mengenai hidup baru di dalam Tuhan, kita menemukan cirri- cirri seseorang yang benar- benar telah mengalami hidup baru dalam Kristus. Ciri – cirri itu antara lain : seseorang yang lahir baru, hatinya tertaruh dalam Kerajaan Surga, dengan demikian berkerinduan bertemu dan hidup bersama dengan Tuhan di Sorga, sehingga kematian tidak lagi menjadi hantu yang menakutkan, berusaha untuk hidup berkenan di hadapan Tuhan sehingga menjadi mempelai yang tidak bercacat cela. Penghayatan ini disinggung oleh Paulus di dalam 2 Kor 4:18, bahwa ia tidak memperhatikan apa yang kelihatan namun memperhatikan apa yang tidak kelihatan. Ini sejajar dengan kotbah Tuhan Yesus di bukit di dalam Mat 6:19-20, jangan kumpulkan harta di bumi,karena ngengat dan karat dapat merusaknya dan pencuri dapat membongkarnya. Adalah suatu kemalangan kalau kita terbelenggu dengan apa yang kelihatan, filosofi matrealisme. Penghayatan terhadap kebenaran ini membuat seseoarang memiliki logika rohani, yaitu pola pikir yang berbasiskan kepada dunia yang akan datang ( 1 Kor 15: 32 ).
Hidup baru memiliki kualitas yang sangat tinggi. Bukan hanya sekedar melakukan kegiatan gereja, kegiatan gereja hanya sebagai sarana kita dalam hidup beragama. Tetapi hidup baru yang benar akan menebarkan keharuman Kristus yang sejati. Orang yang benar-benar hidup di dalam Kristus, akan benar-benar menunjukan kualitasnya ketika menghadapi berbagai pengaruh dunia ( Luk 18:1-8 ). Ia tidak hanyut dalam nafsu ( Luk 17 : 22-37 ). Ia telah menghayati apa yang Tuhan Yesus katakana, yaitu “di mana hartamu berada disitulah hatimu berada “.
Seringkali keberhasilan pelayanan diukur dari bertambahnya jumlah jemaat yang masuk menjadi anggota gereja, bahkan dari jemaat non Kristen bertobat menjadi Kristen. Maka dari itulah gereja- gereja dengan berbagai cara berusaha mengajak orang untuk bergabung menjadi anggota gerejanya. Orang- orang di luar Kristen pun diajak untuk ke gereja. Hendaknya pertumbuhan jemaat yang dapat dilihat dari munculnya petobat- petobat baru bukan hanya orang percaya yang pindah gereja. Tidak cukup hanya mendatangkan petobat- petobat baru ke dalam gereja. Tapi juga harus didewasakan sampai terjadinya perubahan pola pikir, sehingga ia mengerti apa yang baik, berkenan, dan sempurna
( Roma 12: 2 ).
Proses penyelamatan jiwa adalah proses yang tidak sederhana. Hendaknya gereja tidak cukup puas hanya dengan kehadiran sejumlah orang yang tidak bergereja menjadi anggota gereja yang aktif. Seperti halnya proses menjala ikan dari sungai, laut diproses sampai di meja makan. Bila ikan itu sudah dimasak, maka ia tidak lagi berenang ke tempat asalnya. Demikanlah proses menjala jiwa, dari seorang yang tidak percaya dan berdosa menjadi percaya dan bertobat yang akhirnya dapat memperagakan hati, pikiran, dan perasaan Kristus dan tidak lagi kembali ke dalam lumpur dosa
Gereja dipanggil utuk menjadi agen transformasi atau agen perubahan. Yang diubah adalah karakternya bukan aksesorinya. Bila fokusnya pada aksesori atau predikatnya saja berarti ini menyesatkan dan membinasakan.
Perubahan karakter sehingga seseorang dapat mengenakan pikiran dan perasaan Kristus memampukannya untuk mengalirkan pikiran dan perasaan Tuhan. Bila sudah sampai tahap ini, barulah seseorang bisa mengabdi dan melayani Tuhan dengan benar. Bila belum sampai pada tahap ini pasti banyak motif- motif yang tidak murni.
Segala tindakannya yang sesuai kehendak Tuhan pasti berdampak positif dan memberkati orang- orang yang di sekitarnya. Sebenarnya menjadi agen perubahan inilah yang dimaksudkan Tuhan Yesus dalam injil Matius yang berbicara mengenai garam dunia.( Mat 5:14-15 ). Menjadi garam yang memberikan cita rasa Kristus kepada masyarakat inilah pelayanan tanpa batas.
Sayangnya banyak orang mengukur ibadah dari ukuran kita ke gereja setiap minggunya, bahkan rela meniggalkan bisnis untuk jadi pekerja full timer gereja dengan alas an pelayanan. Padahal inti dari pelayanan adalah penggunaan seluruh potensi kehidupan untuk kepentingan Tuhan yang juga dirasakan oleh manusia di sekitar kita.
Seseorang yang mengerti inti pelayanan dengan benar akan menjadi duta- duta Kerajaan Sorga dan menebarkan keharuman Bapa Sorgawi.
Kalau pelayanan gereja tidak bertujuan untuk merubah manusia normal menjadi manusia yang normal di mataTuhan, maka gereja pun pasti hanyut dalam usaha menyelamatkan kehidupan duniawi yaitu pemenuhan kebutuhan jasmani semata- mata. Usaha yang terfokus pada pemenuhan kebutuhan jasmani akan membuat seseorang menjadikan seseorang tidak mengerti maksud kedatangan Tuhan Yesus ke dalam hidup kita, yaitu memberikan hidup yang berkelimpahan.( Yoh 10:10 ).
Kata kelimpahan dalam ayat ini dalama teks aslinya adalah “perissos”,yang artinya very highly in quality. Inilah maksud kedatangan Tuhan Yesus, yaitu memberikan hidup yang sangat berkualitas bukan seperti anak dunia melainkan seperti bangsawan sorgawi.
Ironisnya gereja model inilah yang sangat digemari oleh jemaat,sehingga timbul persaingan kuasa dan mujizat di antara gereja- gereja. Inilah yang ditangisi oleh Paulus, bahwa banyak orang menjadi seteru salib Kristus, pikiran mereka tertuju kepada perkara- perkara duniawi. ( Flp 3:18-19 ). Mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya keselamatan yang Yesus berikan untuk mengembalikan manusia kepada rancanganNya/ hakikatnya sebelum jatuh ke dalam dosa. Dengan demikian akan mengubah pola pikir manusia normal menjadi manusia yang normal di mataTuhan. Sehingga filosofi hidupnya yang tadinya “kelimpahan materi adalah tujuan hidup” menjadi orang yang rela tidak memilik tempat untuk meletakan kepalanya. Dengan memiliki filosofi ini tidak membuat kita menjadi miskin.
Banyak gereja tampil sebagai pemberitaan penyelamat ekonomi dengan segala janji kelimpahan materi dan pemenuhan kebutuhan jasmanni lainnya. Iklim gereja yang demikian menampilkan Yesus sebagai “mesias ekonomi” yang diharapkan menjadi solusi ekonomi bagi jemaat.
Fokus hidup yang ditunjukan kepada pemenuhan jasmani dengan memanfaatkan kuasa Tuhan berakibat buruk. Pertama, Jemaat tidak bertanggung jawab dengan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka memanfaatkan doa seperti mantra untuk dapat menggunakan nama “Yesus” sebagai jawaban persoalan mereka. Tidak salah berdoa meminta pertolongan Tuhan, namun ingat doa punya tempatnya sendiri dan tanggung jawab pun punya porsinya tersendiri dan tanggung jawab tidak bisa digantikan dengan doa. Karena hakekatnya manusia harus bertanggung jawab.
Kedua, fokus jemaat tidak lagi tertuju kepada kerajaan Sorga. Kerajaan yang akan dibangun Yesus bukan datang dari dunia ini ( Yoh 18: 36 ), tetapi banyak orang kristen yang mempunyai fokus pada dunia hari ini. Kecenderungan mencari Tuhan hanya semata- mata untuk pemulihan dan pemenuhan kebutuhan keluarga, ekonomi, jodoh dan perkara dunia lainnya. Hal ini mengakibatkan orang Kristen terikat dengan dunia. Keterikatan dengan dunia berarti menyembah Iblis ( Luk 4:5-8 ).
Tuhan bisa memberikan pemulihan atas pemenuhan kebutuhan jasmani kita , karena sebenarnya Ia sanggup memulihkan kehidupan umatNya. Tetapi kalu umat ke gereja hanya sekedar meminta pertolongan Tuhan dalam menyelesaikan kebutuhan jasmani, maka umat tidak akan mengerti esensi keselamatan sama seperti Tuhan Yesus memandang keselamatan tersebut. Oleh sebab itu manusia tidak boleh menuntut mengubah dunia ini menjadi firdaus karena bumi sudah terkutuk ( kej 3:17 ).

KESUKSESAN MENURUT TUHAN
Dalam Matius 6:19-20, Tuhan Yesus berkata”kumpulkan harta di Sorga bukan di bumi”, Paulus pun dalam tulisannya kepada jemaat di kolose berkata “carilah perkara yang di atas bukan yang di bumi”( Kol 3:1-3 ). Orang Kristen bukan tidak boleh kaya, yang tidak boleh adalah ingin kaya dan terikat dengan kekayaan tersebut. Bila Tuhan menjumpai gereja hanya dihuni oleh orang-orang yang merasa diberkati secara financial tetapi hatinya melekat pada dunia maka rapornya akan merah.
Banyak gereja tidak menyadari bahwa rapornya merah di mata Tuhan. Mereka merasa sebagai gereja yang diberkati Tuhan. Kondisi seperti ini sama seperti apa yang dialami jemaat Tuhan pada abad pertamayang tertulis dalam Wahyu 3 :17, mereka merasa kaya padahal di mata Tuhan mereka melarat, buta, dan telanjang. etapa mengerikannya keadaan ini.
Tuhan Yesus dalam Matius 16:26 mengatakan, “ apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang diberikannya sebagai ganti nyawanya?”, Di sini seluruh dunia artinya segala “kesuksesan”menurut ukuran manusia. Dalam teks aslinya, kata kehilangan ditulis dzemioo ) yang artinya “mengalami pengalaman kerusakan “, Jika ayat tersebut diterjemahkan dengan bebas, maka dapat dituliskan, “Apa gunanya seseorang memperoleh dunia tetapi jiwanya rusak?”
Dalam 1 Yoh2:15, Alkitab berkata,”Janganlah kamu mengasihi dunia ini dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.” Maksud ayat ini adalah, jikalau seseorang mengasihi dunia, maka jiwanya akan rusak karena kasih Bapa tidak ada pada orang itu . Dan inilah yang terjadi sekarang, banyak orang yang mengasihi dunia dan pengertian akan kesuksesannya sudah keliru. Mereka berusaha meraih sukses dengan cara mencintai dunia.
Sebaliknya jika seseorang mengasihi Tuhan, ia akan mendesak untuk memiliki interaksi dengan Tuhan dan menikmati nikmatnya hubungannya dengan Tuhan. Sehingga hari demi hari orang akan membangun kesuksesan dengan jiwa yang sudah dibaharui. Sebuah cita rasa hidup yang diubahkan, sehingga gelar, kekayaan, pangkat tidak menjadi ukuran kesuksesan.


TANGGUNG JAWAB GEREJA
Kegiatan gereja harus difokuskan dalam memberikan agar jemaat tidak menjual diri kepada kuasa kegelapan tetapi mengabdikan seluruh hidupnya bagi kepentingan Tuhan. Perjalanan hidup ini adalah perjalanan mengerti apa yang Tuhan ingini dan melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang telah mati bagi dirinya sendiri dan menyadari bahwa hidupnya bukan miliknya sendiri tetapi kita hidup bagi kemuliaanNya.
Keunggulan orang Kristen bukan saja memiliki pengampunan dosa dan jaminan pemeliharaan hidup yang Tuhan berikan untuk kita. Tetapi keunggulan hidup orang kristen karena langit dan bumi baru yang dijanjikan bagi kita. Inilah yang seharusnya menjadi objek iman. Sehingga iman jemaat bukan lagi difokuskan mengenai pemenuhan kebutuhan jasmani melainkan untuk menyongsong langit baru dan bumi yang baru yang Tuhan janjikan.

Minggu, 14 Maret 2010

Penyesatan Terselubung Dalam Gereja

Penyesatan Terselubung Dalam Gereja




Maksud Penulisan
Artikel ini bukan dimaksudkan untuk menyerang gereja lain atau individu. Juga bukan bermaksud untuk meninggikan diri seolah-olah kami adalah pribadi yang paling benar dan sempurna. Bila kita berpikir demikian itu berarti kita telah tertipu oleh iblis dan dalam penguasaan kuasa kegelapan. Sangat memprihatinkan, dalam kenyataannya kita temukan kecenderungan sikap demikian. Terdapat orang-orang yang suka menyerang pihak lain, baik terhadap individu perorangan atau gereja sebagai kelompok atau komu-nitas. Kita harus berhenti bersikap demikian. Kita harus menerima bahwa mereka yang memiliki kekurangan atau bahkan penyimpangan sesungguhnya juga saudara kita. Dengan doa dan tindakan kasih, kita seharusnya mengembalikan mereka ke jalan kebenaran tentu disertai Roh yang lemah lembut.

Sementara itu kita harus tetap menjaga hati kita agar tidak terjebak oleh sikap arogan atau kesombongan, seolah-olah kita pribadi atau gereja yang paling benar dan sudah sempurna. Seolah-olah hanya kita yang dikasihi Tuhan, yang mendapat tempat paling terhormat di hadapan Tuhan, lebih suci dari orang lain, lebih diberkati. Lebih parah lagi kalau kita berpikir dan bersikap seolah-olah, hanya kita yang memiliki Tuhan Yesus, hanya kita yang memiliki kuasa Roh Kudus dan kehadiranNya. Memang ternyata terdapat pula pelayan Tuhan yang berusaha menjadi “juara’ di antara pelayan-pelayan Tuhan yang lain, mau menjadi terkemuka. Hendaknya kita kembali kepada prinsip pelayanan Tuhan Yesus: “Barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu”. Bila tindakan kita kurang dari prinsip ini berarti dari iblis. Iblis oknum yang memiliki atribut jelas sebagai oknum yang penuh dengan kesombongan. Pemberitaan suara kebenaran ini memiliki tujuan yaitu agar kita terus-menerus mengembangkan pikiran cerdas oleh tuntunan Roh melalui FirmanNya, memeriksa diri sebagai individu dan gereja sebagai lembaga atau komunitas apakah terdapat penyusupan pekerjaan kuasa gelap. Pekerjaan kuasa gelap yang biasanya menyesatkan melalui pengajaran salah yang menciptakan semangat atau spirit ini, menghalangi jemaat Tuhan tidak kunjung jadi rohani.


Realitas Penyesatan
Gereja Tuhan bertumbuh di tengah-tengah dunia ini dengan berbagai pergumulan karena berbagai tantangan dan tekanan. Tantangan atau tekanan itu datang dari dalam maupun luar gereja. Dari luar gereja berupa penganiayaan, penindasan yang berupaya menghambat laju Injil. Dari dalam bentuk pertikaian, penduniawian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Kristen yang tidak dewasa dan pengajaran sesat atau penyesatan. Dari berbagai tantangan dan tekanan yang dapat menghambat bahkan menghancurkan laju gereja Tuhan, penyesatan atau pengajaran sesat salah satu bahaya yang harus ditanggapi serius. Hal pengajaran sesat ini telah menjadi pergumulan Tuhan sejak gereja pertama atau ketika rasul-rasul masih hidup (Ibr. 13:9; Why. 2:14 dll).

Dari apa yang telah dipaparkan Tuhan Yesus dalam Matius 13:24-30 dapat ditemukan beberapa kebenaran rohani berkaitan dengan penyesatan ini :
1. Penyesatan adalah sesuatu yang pasti ada di dalam gerak kehidupan gereja Tuhan.(ay. 25–bdk. Mat. 18:7).
Gereja Tidak dapat meniadakan penyesatan sebab penyesatan pasti ada, tetapi gereja dapat mengantisipasi dengan bijaksana, sehingga penyesatan tidak menyesatkan gereja dan tidak memberi peluang berkembang.

2. Penyesatan masuk ke dalam gereja tidak terang-terangan (Mat. 13:25).
Harus diperhatikan bahwa penyesatan masuk ke dalam gereja tidak jelas sebagai penyesatan. Penyesatan atau pengajaran sesat secara diam-diam dan terselubung menyusup masuk ke dalam gereja Tuhan. Dikatakan dalam perumpamaan ini bahwa "waktu semua orang tidur musuh menaburkan benih. Dalam hal ini mengertilah kita terhadap apa yang dikatakan Paulus ke pada Timotius anak rohaninya: “Awasilah dirimu dan awasilah ajaranmu.” (1Tim. 4:16) Ayat ini jelas memberi indikasi kepada kita agar sunggguh-sungguh memberi perhatian yang serius terhadap pengajaran sesat di dalam gereja (Mat. 24:4-5; Kol. 2:8 dll)

3. Penyesatan berakibat fatal (ay. 29-30)
Akibat pengajaran sesat atau penyesatan di dalam gereja Tuhan a.l. :
a. Tidak dapat mudah tercabut. Dalam hal ini Allah membiarkan.
b. Menghasilkan orang-orang jahat dalam kerajaan sorga.

Tentu ajaran yang benar atau benih Firman Tuhan menciptakan anak-anak kerajaan sorga yang akan beroleh kemuliaan Allah, tetapi sebaliknya, orang-orang yang "tidak mengerti" Firman Tuhan, sebaliknya menggunakan filsafat hidup dunia ini akanmenjadi manusia jahat yang tidak akan menerima kemuliaan Allah.

Kita mengerti betapa sukarnya seseorang mempunyai "pengertian yang benar" tentang Firman Tuhan yang membawanya kepada kehidupan yang benar. Dalam hal ini peranan jemaat dalam menyambut Firman sangatlah penting. Ia harus memiliki hati yang haus dan lapar akan kebenaran dengan rendah hati menyambut Firman Tuhan (bandingkan: Pelajaran 1-RBC), di pihak lain hamba Tuhan harus benar-benar menaburkan kebenaran Firman Tuhan bukan ide atau pikirannya sendiri (bdk. 1Kor. 2:4-5)


Sumber Penyesatan Dalam Dunia
Kalau gereja secara terang-terangan menghadapi pengajaran agama lain atau filsafat dunia, mudah mengantisipasinya secara frontal, tetapi kalau yang kita hadapi sesuatu yang dikemas dengan baik, tidak menunjukkan secara nyata-nyata sebagai penyesatan, maka akan lebih sukar mengenali dan mengantisipasinya. Hal ini dapat terjadi di dalam gereja Tuhan yaitu pengajaran dan khotbah yang nampaknya didasar kan pada ayat-ayat Alkitab, tetapi sebenarnya tidak Alkitabiah. Khotbah dan pengajaran yang tidak Alkitabiah ini disebabkan oleh kesalahan tafsir atau pengertian terhadap pokok-pokok yang diajarkan Alkitab. Penyesatan ini bisa terjadi melalui hamba-hamba Tuhan yang berada pada posisi sebagai berikut:
a. Hamba-hamba Tuhan yang belumlayak mengajar. Mereka belum diperlengkapi dengan kebenaran yang cukup.
b. Hamba-hamba Tuhan yang berhenti belajar.
c. Hamba-hamba Tuhan yang terkena "polusi dunia". Hamba-hamba Tuhan yang motivasinya tidak murni lagi melayani Tuhan dan hidup tidak benar.

Dalam Mat. 18:6-9 Tuhan Yesus mengancam berat kesalahan para penyesat ini. Kata anak kecil di sini bukan anak sekolah Minggu, tetapi orang percaya yang "seperti anak-anak" (ena ton mikron touton ton pisteuonton eis eme - one of these little ones which believe ini me). Ini menunjuk kepada orang-orang Kristen yang suka dengar-dengaran, mau belajar, mau taat/ seperti "paidion" (hub: Mat. 18:3). Pada masa kini banyak orang Kristen seperti ini . Mereka kurang selektif dalam memilih pengkhotbah. Mereka belum dapat membedakan dusta atau kebenaran, jerami atau rumput hijau, lalang atau gandum. Bila sebuah jemaat sudah terbiasa terkena "virus" ajaran yang kurang sehat ,maka sebagai akibatnya mereka tidak lagi menyukai pengajaran yang benar (bdk. 1 Tim 4:9-11)


Kecerdasan Roh
Iblis oknum yang tidak berhenti bekerja guna menghancurkan pekerjaan Tuhan. Iblis adalah oknum yang cerdik. Lebih cerdik dari apa yang kita duga. Tentu pula lebih jahat dari apa yang kita bayangkan. Tanpa “kecerdasan Roh”, yaitu pengertiankebenaran Firman Tuhan kita bukan saja tidak mengenali tipu daya iblis tetapi kita juga tanpa sadar melawan Tuhan dan kebenaranNya. Dalam hal ini kita temukan pembicara-pembicara di mimbar yang tanpa sadar menyerang kebenaran Tuhan oleh karena kebodohannya. Hal itu dilakukan juga demi membela “ajarannya sendiri”. Tentu segala ajarannya tidak berlandaskan Alkitab melalui penafsiran yang benar adalah ajarannya sendiri. Ajaran-ajaran itulah yang menjadi senjata iblis untuk merusak kehidupan gereja Tuhan dan anggota jemaat yang tulus mau mengerti pengajaran Alkitab. Dengan cara demikian iblis meletakkan dasar-dasar pemalsuan yang membuat pondasi iman orang percaya menjadi rentan atau lemah. Inilah yang membuat orang percaya tidak mampu melihat kebenaran yang sesungguhnya. Pemalsuan demi pemalsuan akan membangun kebutaan rohani sehingga seseorang tidak mengenal kebenaran yang sejati. Bila hal ini terjadi maka seseorang tidak pernah menjadi orang Kristen yang benar-benar rohani. Tentu ia tidak mengerti bagaimana melayani pekerjaan Tuhan dengan benar.

Banyak orang berpikir kebangunan rohani luar biasa yang terjadi di dalam gereja di masa lalu mereka menganggap sudah kebal terhadap tipu daya kelicikan iblis. Perlu diketahui bahwa Ananias dan Safira yang dipukul Tuhan di depan semua orang terjadi di tengah suasana kebangunan rohani di kota Yerusalem (Kis. 5:1-11). Mereka telah tertipu oleh iblis yang menyusup di tengah-tengah suasana kebangunan rohani. Sisi lain yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa terdapat kenyataan seseorang atau gereja memulai pekerjaannnya dengan roh artinya dalam tuntunan Tuhan tetapi berakhir pada daging artinya tertipu oleh kuasa kegelapan sehingga menyimpang dari kebenaran (Gal. 3:3). Dalam Galatia 3:5, salah satu penyesatannya adalah orang-orang Galatia yang berpikir bahwa merekamemperoleh anugerah karunia Roh oleh karena perbuatan baik atau melakukan hukum Taurat, pada hal keselamatan terjadi karena mereka percaya Injil. Ini bukan berarti perbuatan baik tidak perlu. Keselamatan yang menjadi awal dari pencurahan RohNya secara berlimpah-limpah, diberikan kepada kita oleh sebab kasih karunia semata-mata. Setelah kita menerima keselamatan dan bertumbuh dalam Tuhan perbuatan baik kita bertumbuh pula. Jadi kalau ada ajaran bahwa seseorang dikasihi Tuhan dan menerima keselamatan karena “telah berbuat baik”, sekalipun belum percaya Yesus, maka pengejaran ini bertentangan dengan isi Injil. Inilah Injil “yang lain” yang disebut-sebut Paulus dalam Galatia 3 tersebut. Jelaslah itu adalah injil Palsu.

Bahaya besar kalau kita berpikir bahwa iblis sudah tidak berdaya sama sekali. Inilah yang terjadi dewasa ini, banyak orang Kristen berpikir bahwa oleh karena kebangunan rohani terjadi secara luar biasa, gereja bertumbuh menakjubkan, kuasa Roh Kudus dicurahkan begitu dahsyat sehingga melahirkan banyak tanda-tanda ajaib dan mujizat maka iblis dikira atau dianggap sudah kalah dan tersingkir. Ini merupakan bahaya besar kalau kita berpikir bahwa kita terlalu cerdik dan berhikmat, sehingga iblis tidak bisa menipu kita. Pada hal iblis memiliki banyak cara tipu daya dengan segala kecerdikan untuk menyesatkan banyak orang. Inilah cara lain yang dilakukan iblis untuk menyesatkan manusia yaitu dengan membisikkan suara kepada mereka dan meyakinkan bahwa mereka orang suci, berhikmat, penuh Roh Kudus, sudah berdoa, sudah sekolah Alkitab, dll sehingga tidak dapat ditipu oleh iblis. Pernahkah saudara berpikir mengapa Salomo pada hari tuanya bisa menjadi sesat (1Raj. 11). Bukahkah ia adalah seorang yang berhikmat, bahkan memiliki hikmat yang lebih dari kebanyakan orang. Iblis ternyata masih bisa atau mampu menjatuhkan Salomo. Betapa cerdiknya iblis itu. Oleh sebab itu seorang yang dipenuhi Roh Kudus juga belum tentu kebal terhadap serbuan tipu daya iblis. Ia harus terus berjaga-jaga hidup dalam kepenuhan Roh Kudus dan Firman Tuhan. Jangan kepenuhan Roh yang dialaminya membuat ia menjadi sombong dengan demikian ia dapat dijatuhkan iblis. Harus dicatat bahwa kepenuhan Roh atas seseorang tidak mengambil kehendak bebas individu tersebut.

Untuk menanggulangi tipu daya iblis yang kita butuhkan “kecerdasan Roh”. Kecerdasan Roh adalah hikmat yang dimiliki oleh seseorang hasil dari pengertiannya akan Firman Tuhan dan kepekaan mendengar suara Roh Tuhan. Kecerdasan Roh setiap individu harus dikembangkan, sebab hal ini sangat menentukan perilaku dan tindakan hidup seseorang. Perkembangan atau pertumbuhan kecerdasan rohnya akan menjadikan ia cerdas seperti Yesus cerdas yang dapat mendeteksi sempurna setiap tipu daya iblis, sehingga iblis tidak dapat memperdayaNya. Untuk ini Roh Kudus akan mengasuh kita guna mengembangkan kecerdasan Roh (Yoh. 16:13).


Serbuan Pasukan Iblis
Iblis tidak akan berhenti menyerang orang-orang saleh sampai orang-orang dapat disesatkan dan hidup dalam kendalinya. Berbahaya sekali kalau kita tidak menyadari peperangan dan serbuan yang begitu dahsyat atas gereja Tuhan. Dalam hal ini kita dapat menemukan pelayan-pelayan jemaat dan anggota jemaat yang telah terkena tipu daya kelicikan iblis. Gereja sebagai lembaga mengalami kegagalan rohani, kalau tidak dapat mengenali tipu daya iblis yang bekerja dalam diri pengerja-pengerja dan anggotanya. Bila terjadi demikian maka terdapat aktivitas-aktivitas di dalam gereja yang sebenarnya digerakkan oleh kekuatan dari kerajaan kegelapan. Di sini banyak pelayan-pelayan jemaat dan anggotanya menjadi permainan iblis tanpa disadari oleh diri mereka dan orang lain disekitarnya. Contoh nyata dalam Perjanjian Lama, Daud yang disesatkan oleh pikiran dan hasratnya untuk menghitung jumlah rakyatnya. Ia tidak menyadari bahwa hal itu datang dari iblis (1Taw. 21:1). Dalam Perjanjian Baru juga dapat kita temukan penyesatan yang sangat “halus” dan cerdas dari iblis terhadap Petrus guna menghambat dan merusak rencana Tuhan (Mat. 16:22-23). Iblis berbisik kepada Petrus agar menggagalkan rencana perjalanan Tuhan Yesus ke Yerusalem untuk menanggung penderitaan salib. Penipuan-penipuan semacam itu kalau tidak diamati dengan seksama dengan “kecerdasan Roh” akan menipu atau menyesatkan kita.


Saluran Penyesatan dan Tujuannya
Penyesatan dalam gereja terjadi melalui beberapa saluran. Saluran-saluran itu harus dikenali dengan teliti, agar kita terhindar dari penyesatan. Salah satu saluran penyesatan tersebut bisa melalui pengajaran yang tidak beralas pada kebenaran Firman Tuhan. Pengajaran sejenis itu disebarkan melalui khotbah yang tidak diangkat dari penafsiran yang benar. Pengajaran-pengajaran tersebut dikemas menjadi doktrin dan tanpa disadari oleh anggota jemaat doktrin-doktrin tersebut diakui sebagai Firman Tuhan atau sejajar dengan Firman Tuhan. Pengajaran hasil pikiran manusia yang bercampur dengan pemikiran dari roh-roh jahat terkadang melahirkan pengajaran yang logis atau wajar dan mudah diterima. Pengajar atau penafsirnya berpikir bahwa kesimpulan dari idenya adalah suara Roh Kudus atau sebuah penemuan yang lahir dari hikmat Tuhan. Kita harus waspada bahwa pikiran manusia dapat disesatkan oleh iblis (2Kor. 11:2-3). Dengan kalimat lain dapat dijelaskan bahwa pikiran manusia atau idenya dapat menjadi kendaraan pikiran atau rencana iblis (Mat. 16:22-23). Dalam hal ini kita dapat menemukan bahwa seorang pengajar atau pembicara di mimbar memiliki tanggung jawab dan pergumulan yang berat. Pertumbuhan rohani dan kwalitas iman jemaat tergantung oleh isi pengajaran pembicara atau pengkhotbah dalam gereja. Itulah sebabnya Alkitab berkata bahwa seorang guru atau pengajar akan dihakimi dengan ukuran yang lebih berat. (Yak. 3:1).

Untuk dapat membedakan apakah seseorang membawa pengajaran yang sehat atau tidak, sesat atau benar harus menggunakan ukuran Firman Tuhan yang ditulis dalam Alkitab. Ukurannya bukanlah tabiat orang yang mengajarkan kebenaran tersebut semata-mata. Memang pada akhirnya kita dapat membedakan nabi palsu atau tidak tergantung dari “buahnya” (Mat. 7:15-23). Namun dalam kondisi tertentu kita membutuhkan klarifikasi segera sebelum kita terjebak lebih dalam ke dalam penyesatannya. Untuk itu kita harus menggunakan Alkitab sebagai tolak ukurnya. Harus dipahami bahwa iblis bisa mengelabui kita dengan cara-cara yang sangat cerdik. Pengajar-pengajar palsu akan ditampilkan sebagai orang baik, lemah lembut, berkuasa dll, dengan demikian ia dapat menyesatkan banyak orang. Tidak sedikit orang kecewa setelah menemukan ternyata seorang pimpinan gereja atau persekutuan ternyata sesat. Pada hal ia telah mengorbankan tenaga, uang dan berbagai pengorbanan lain untuk mendukung kegiatan pelayanannya. Oleh sebab itu setiap kita harus dengan jeli, untuk selalu mengawasi seorang pemimpin jemaat, pembicara atau pengkhotbah melalui kebenaran Firman Tuhan. Hal ini disuarakan jelas oleh Yohanes dalam suratnya: Bahwa berhubung banyak nabi palsu pergi ke seluruh dunia maka kita harus menguji setiap roh (1Yoh. 4:1).

Ciri-ciri dari penyesatan melalui pengajaran dapat dikenali melalui beberapa catatan di bawah ini :
1. Melemahkan otoritas Alkitab dengan mengabaikan pendalaman Alkitab yang menjadi dasar pengajaran atau doktrin Kristen.
Mengabaikan pendalaman Alkitab artinya menganggap mengerti isi Alkitab itu gampang, dengan sembrono menafsirkan ayat-ayat Alkitab tanpa mau mengerti latar belakang Alkitab; teks asli Alkitab; prinsip menafsir, dll. Bila terjadi demikian maka biasanya seseorang akan menjadikan pengalaman pribadi sebagai landasan iman orang lain atau jemaat. Oleh sebab itu kita harus merasa bertanggung jawab dan terpanggil untuk menggali kebenaran Tuhan di dalam Alkitab.

2. Menampilkan pemikirannya tanpa mencari landasan yang mapan dalam Alkitab.
Seperti yang disinggung di atas bahwa pemikiran yang bukan berasal dari Allah adalah dari iblis. Dengan cara inilah nabi palsu mengubah pengajaran. Pembicara atau pengkhotbah seperti ini biasanya menambah Alkitab dengan pemikiran manusia. Memang tidak semua mereka mausengaja menyesatkan orang lain, tetapi oleh karena malas dan enggan mengeksplorasi Alkitab maka pikiran iblislah yang diimport dan terjadilah penyesatan. Dalam hal ini sebagai pendengar jemaat harus menguji roh dengan seksama. Menguji pengajaran yang disampaikan ; apakah berasal dari Tuhan atau kuasa lain.

Oleh sebab itu jangan mengenali ajaran sesat hanya sebagai saksi Yehova, Mormon, Jim Jones, gereja setan dan sejenisnya atau yang dianggap lebih gawat lagi seperti dukun; para normal; horoskop. Bahaya yang lebih besar sekarang ini datang dari gereja Tuhan yang dianggap benar, murni, terdapat kehadiran Allah tetapi justru ditempat tersebut hadir “pikiran-pikiran” dari kuasa kegelapan yang tidak menggiring iman Kristen kepada kesetian yang sejati kepada Kristus (2Kor. 11:2-4). Dengan cara ini pula iblis menyesatkan umat Allah. Memang kita harus dapat membedakan antara hadirat Allah dan peledakan emosi atau perasaan. Urapan Roh Kudus atau khidmat jiwani yang bisa dikondisi oleh pemimpin di mimbar pada waktu kebaktian. Kita membutuhkan prinsip-prinsip kebenaran Tuhan yang diangkat dari Alkitab melalui proses pendalaman Eksplorasi dan Eksegesis kritis Alkitabiah. Inilah modal dasar bangunan hidup rohani kita. Demonstrasi kuasa Allah yang menakjubkan bisa kita butuhkan dalam gereja, kegiatan-kegiatan sosial dan sejenisnya dapat kita selenggarakan di dalam gereja, tetapi semuanya itu hendaknya tidak menyisihkan tempat untuk kebenaran yang harus diutamakan. Sebab bila kita menyisihkan kebenaran Firman Tuhan dari tempatnya berarti gereja telahterkena perangkap iblis.


Tujuan Penyesatan dan Kelompok Yang disesatkan
Penyesatan memiliki tujuan yang sangat sistimatis dan jelas, dikerjakan oleh Iblis dengan segala tentara dan kekuatannya. Tujuan penyesatan iblis dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Membutakan mata rohani seseorang untuk tidak mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, sebaliknya iblis membisikkan fitnah dan hujatan kepada nama Anak Allah dengan berbagai tuduhan, seperti: Ia bukan Allah, Ia sekedar nabi, Ia meninggikan diri sebagai sama dengan Allah, menghujat Allah dll. Hal ini akan membuat seseorang takut percaya kepada Tuhan Yesus (2Kor. 4:4).

2. Meracuni pikiran orang Kristen dengan pemikiran yang salah agar mereka tidak bertobat dan mengalami kelahiran baru. Iblis membisikkan suaranya agar sebagian orang Kristen merasa tidak perlu dilahirkan baru atau mengalami pertobatan, merasa sudah baik, bermoral dan beragama. Biasanya iblis juga membisikkan suaranya untuk memfitnah orang Kristen yang sungguh-sungguh sebagai “ekstrim”, keterlaluan, sesat dll.

3. Meracuni pikiran orang Kristen yang sudah bertobat dan mengalami kelahiran baru untuk tidak perlu bertumbuh di dalam Dia. Menganggap bahwa pertobatannya sudah cukup membuat ia berkenan kepada Tuhan. Dan beranggapan kalau bersungguh-sungguh di dalam Tuhan akan mengakibatkan tidak diterima oleh masyarakat, dan gagal menjadi berkat. Karenanya mereka memberi porsi yang sangat terbatas untuk perkara-perkara rohani.

4. Menyimpangkan pikiran orang percaya yang sudah bertobat dan memiliki komitmen untuk taat dan bersungguh-sungguh dalam Tuhan agar ia tidak perlu mengalami pertumbuhan rohani yang benar. Penyimpangan pikiran ini penyesatan yang dapat membinasakan (2Kor. 11:2-4).


Kelompok Yang Disesatkan
Penyesatan ini bisa terjadi atas berbagai kelompok manusia sesuai dengan tingkat rohani mereka :
1. Orang-orang di luar anugerah salib disesatkan oleh berbagai agama-agama palsu dunia dan filsafatnya.
Mereka berpikir bahwa salib adalah pemberitaan bodoh, tidak mengandung keselamatan dan tidak berasal dari Allah (1Kor. 1:18). Kelompok ini biasanya menjadi oposisi yang menentang secara frontal dan secara fisik kekristenan, tidak jarang mereka sebagai pelaku aniaya terhadap umat pilihan Tuhan. Pada dasarnya mereka adalah bagian dari gelombang pasukan antikris.

2. Orang Kristen yang menjadi Kristen sejak kecil, menjadi Kristen bukan karena pertobatan atau mengenal secara pribadi Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat tetapi karena “warisan agama”.
Mereka adalah orang Kristen yang tidak mengerti kebenaran Injil, kelompok ini adalah kelompok orang “beragama Kristen” yang hidup dalam tawanan kuasa kegelapan. Ciri-ciri dari orang Kristen ini adalah:
- Berpola pikir tidak jauh berbeda dengan pola pikir anak-anak dunia. Dan berkelakuan seperti anak-anak dunia dengan standart moralnya.
- Pemahaman mereka tentang Tuhan adalah hasil dari serapan yang mereka lakukan atau tanpa sadar mereka terima dari agama-agama di masyarakat dimana mereka berdomisili. Itulah sebab nya mereka adalah kelompok orang Kristen yang tidak memiliki atoleransi iman, mereka kompromi dengan iman yang tidak berakar pada Alkitab yaitu iman kepada Tuhan Yesus Kristus dan ajaran Alkitab. Memang kita harus memiliki toleransi terhadap agama–agama tetangga atau anggota masyarakat di sekitar kita, tetapi di dalam iman kepada Tuhan Yesus kita harus atoleransi. Kita tahu bahwa di bawah kolong langit ini tidak ada nama yang diberikan kepada manusia yang di dalamnya manusia beroleh keselamatan (Kis. 4:12).
- Miskinnya pemahaman akan kebenaran Firman Tuhancenderung bersikap sinkritisme dalam bentuk membuka diri terhadap ajaran-ajaran yang tidak berakar pada Alkitab, melakukan praktek-praktek okultisme yaitu ke dukun, terlibat horoskop dll.
- Kelompok ini sering diidentifikasi sebagai Kristen KTP. Kristen tanpa pertobatan, Kristen tanpa pengalaman maksudnya pengalaman pribadi dengan Tuhan. Tentu mereka belum bertobat dan tidak mengenal arti keselamatan dalam Yesus Kristus secara benar. Tidak sedikit mereka yang ke gereja tetapi sekedar menjadikan Kekristenan sekedar agama. Pada umumnya mereka memandang orang Kristen yang “bersungguh-sungguh” mengiring Tuhan dengan benar sebagai orang Kristen ekstrem atau keterlaluan.
Iblis akan berusaha sekuat tenaga melestarikan kondisi ini agar mereka tetap dalam kebodohan dan hidup keberagaman semu. Mereka menjadi orang-orang beragama yang tidak bertuhan artinya tidak memiliki bergaulan pribadi dengan Tuhan.

3. Orang Kristen yang telah lahir baru atau sudah bertobat, mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat tetapi tidak memiliki kesungguhan untuk betumbuh dalam iman yang benar.
Ciri-ciri dari kelompok ini adalah:
- Kelompok ini merasa sudahbertobat, merasa memiliki kerohanian lebih dari mereka yang belum bertobat. Mereka berpikir bahwa pertobatannya adalah modal satu-satunya yang dapat diandalkan untuk memperoleh perkenanan Tuhan. Memang pertobatan adalah tindakan yang berkenan kepada Tuhan tetapi pertobatan barulah awal dari perjalanan hidup Kekristenan yang panjang.
- Pergi ke gereja. Bahkan pada pertengahan Minggu bisa pergi ke gereja atau ke kebaktian persekutuan doa.
- Ke gereja sudah mulai membawa Alkitab dan catatan untuk mencatat khotbah pendeta, dan lebih serius memperhatikan khotbah pendeta tetapi tidak memberi seluruh wilayah hati dan hidupnya untuk Tuhan.
- Membatasi pekerjaan Roh Kudus dalam hidup dengan berpikir bahwa mereka tidak perlu menjadi orang Kristen yang “habis-habisan” untuk Tuhan. Untuk itu mereka menjaga kewajaran hidup, kurang berani dikatakan sebagai orang Kristen “ekstrem”. Biasanya kalau sudah demikian mereka masih kompromi dengan pola hidup manusia sekitar kita yang tidak berdasar pada kesucian Tuhan.
- Dalam perjalanan hidup kekristenannya, kemudian mereka menjadi orang-orang Kristen yang manipulatif artinya menjadi orang Kristen yang hanya karena memanfaatkan Tuhan atau Kristen opportunis yaitu orang Kristen yang ke gereja hanya karena keuntungan duniawi.
- Pada umumnya mereka adalah kelompok orang Kristen yang jatuh bangun, kehidupan rohaninya tidak stabil.
Kondisi ini sangat berbahaya sebab mereka yang sudah mengenal kebenaran dituntut lebih banyak, bila tidak mengerti panggilan untuk bertumbuh maka bisa menjadi lebih jahat dari pada keadaannya sebelum bertobat (Mat. 12:43-45). Iblis memang akan berusaha menghambat pertumbuhan rohaninya dengan menghujani berbagai kesibukan, menekan dengan berbagai masalah supaya perhatiannya dapat dialihkan dari memperhatikan kebenaran Firman Tuhan guna pertumbuhan imannya.

4. Orang Kristen yang sudah bertobat dan bersungguh-sungguh mengiring Tuhan dan memiliki komitmen yang kuat untuk bertumbuh dalam iman.
Mereka bukan kelompok yang bebas dari penyesatan. Iblis akan melancarkan serangannya secara halus dan intensif guna menjatuhkan mereka. Iblis akan menyerang melalui berbagai sarana dan saluran.
- Kekecewaan dan kepahitan terhadap saudara seiman atau bahkan orang-orang yang dianggap sebagai pemimpin jemaat atau hamba Tuhan. Iblis menggunakan sasaran ini memang sangat efektif untuk menghentikan laju perjalanan hidup kekristenan mereka.
- Iblis akan berusaha untuk merangsang sekuat-kuatnya kelemahan daging yang dimilikinya untuk menjatuhkan.
- Iblis akan mendorong mereka menjadi pendeta atau pelayan jemaat “fulltimer” sehingga harus meninggalkan pekerjaan atau usaha nafkahnya. Dengan demikian mereka tidak mengikuti rencana Tuhan tetapi rencananya sendiri. Kor. bannya adalah keluarga, anak-anak dan banyak orang yang seharusnya menjadi bagiannya di tempat di mana ia bekerja atau berwiraswasta. Inibukan berarti menghalangi saudara yang berniat untuk “fulltimer”, tetapi hendaknya kita sungguh menemukan rencana agung Tuhan untuk hidup kita masing-masing. Bila saudara berniat untuk menjadi tenaga “fulltimer” dalam gereja, saudara harus menemukan waktu Tuhan. Bukan waktu kita. Ingat Zakheus dipanggil Tuhan untuk bertobat tetapi tidak dipanggil untuk meninggalkan pekerjaannya (Luk. 19:1-10). Berbeda dengan Matius yang juga adalah pemungut cukai dipanggil Tuhan untuk menjadi muridNya dengan harus meninggalkan profesinya (Mrk. 2:13-17).
- Oleh karena merasa sudah bertobat, memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan, memiliki komitmen yang kuat untuk Tuhan maka tanpa sadar didorong iblis untuk menjadi bangga “atas dirinya sendiri”. Kebanggaan yang tidak terkendali meng-hasilkan kesombongan. Apalagi kalau memiliki pengalaman khusus dengan Tuhan atau mengalami karunia-karunia Roh dalam hidupnya. Sering menjadi lupa diri dan merasa bahwa iamemiliki “jasa” tertentu di hadapan Tuhan lebih dari sesama orang Kristen lain.
- Bila berhasil mencapai jenjang kesucian tertentu kadang menjadi moralis, memandang rendah saudara seiman yang lain seolah-olah ia sendiri yang paling terhormat di mata Allah. Kesombongan semacam ini sering tidak disadari, pada hal Tuhan sangat menentangnya (Yak 4:6). Iblis melancarkan penyesatannya sangat licin, halus dan cerdas sehingga banyak yang tertipu dan dijatuhkan. Kelompok ini termasuk kelompok para hamba-hamba Tuhan.
Ada banyak bentuk-bentuk penyesatan, bila semua bentuk penyesatan tersebut dijelaskan maka satu buku belum cukup menje-laskannya. Dalam hal ini kami hanya menjelaskan hal-hal banyak terjadi diantaranya umat Tuhan atau gereja Tuhan tetapi tidak dikenali oleh banyak orang. Bentuk-bentuk penyesatan ini bukan pada orang non Kristen, tetapi penyesatan yang terjadi khususnya dalam hidup orang Kristen yang sudah bertobat dan tertanam di dalam gereja.



Sumber: www.rehobot.net

PERPULUHAN: ALKITABIAH TETAPI BUKAN DOKTRIN KRISTEN

PERPULUHAN: ALKITABIAH TETAPI BUKAN KEKRISTENAN

TITHES AND CLERGY SALARIES
(PERPULUHAN DAN GAJI KEPENDETAAN)

Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya.
2 Korintus 2:17

Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa! Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.
Maleakhi 3:8-10
Bagian dari kitab Maleakhi tersebut menjadi teks favorit bagi banyak pendeta, khususnya ketika persembahan dan pemberian di gereja berkurang. Jika kita punya waktu untuk memperhatikan gereja modern maka kita akan mendengar bagian dari kitab Maleakhi tadi sering "bergemuruh" dari mimbar. Pertimbangkan retorika yang sering kita dengar ini: "Allah memerintahkanmu membayar perpuluhan dengan setia. Jika kamu tidak memberi perpuluhan maka kamu sedang merampok Allah dan menempatkanmu di bawah kutuk. Akankah kita ulangi bersama mengucapkan "doktrin perpuluhan?" Perpuluhan milik Tuhan. Di dalam kebenaran kita pelajari, di dalam iman kita percaya, dan di dalam sukacita kita memberikannya. Perpuluhan! Dan persembahanmu diperlukan jika pekerjaan Tuhan ingin jalan terus ("pekerjaan Tuhan di sini tentu artinya adalah gaji staf kependetaan dan pembayaran listrik bulanan gedung gereja"). Apa akibat dari tekanan ini? Umat Tuhan merasa bersalah jika tidak memberikannya. Ketika mereka melakukannya mereka merasa membuat Tuhan senang lalu mereka dapat mengharapkan Dia untuk memberkati secara finansial. Ketika mereka gagal akan merasa jadi tidak taat dan kutuk finansial membayangi mereka. Tetapi marilah kita mundur ke belakang dan bertanya: "Apakah Alkitab mengajarkan kita tentang perpuluhan? Dan …. Apakah kita diwajibkan secara rohani untuk mendanai pendeta dan stafnya?" jawaban dari dua pertanyaan itu mengejutkan (jika Anda seorang pendeta, ini menarik perhatian, maka Anda mungkin akan mencabut hatimu dan mengobatinya sekarang).
Apakah perpuluhan alkitabiah?
Perpuluhan muncul di dalam Alkitab. Maka, ya, perpuluhan adalah alkitabiah. Tetapi ini bukanlah kekristenan. Perpuluhan adalah milik bangsa Israel kuno. Ini secara esensial merupakan pajak pendapatan mereka. Anda tidak pernah menemukan perpuluhan oleh kekristenan abad I dalam Perjanjian Baru.
Banyak orang Kristen tidak memiliki ide tentang apa yang Alkitab ajarkan mengenai perpuluhan maka marilah kita melihat hal tersebut. Kata "perpuluhan" secara sederhana artinya sepersepuluh bagian. Tuhan mengenalkan tiga macam perpuluhan bagi Israel sebagai bagian dari sistem perpajakan mereka yaitu :
• Perpuluhan hasil dari tanah untuk men-support orang-orang Lewi yang tidak memiliki warisan di Kanaan.
• Perpuluhan dari hasil tanah untuk mensponsori festival-festival keagamaan di Yerusalem. Jika hasil tanah pertanian tersebut sangat berat untuk dijinjing ke Yerusalem maka mereka dapat merubahnya menjadi uang.
• Perpuluhan dari hasil tanah yang dikumpulkan setiap tiga tahun untuk orang- orang Lewi lokal, yatim piatu, orang asing dan janda-janda.
Ini adalah perpuluhan alkitabiah. Memperhatikan bahwa Allah memerintahkan Israel untuk memberikan 23,3% dari pendapatan mereka tiap tahun maka sepertinya bertentangan dengan pemberian10% (20% per tahun dan 10% setiap tiga tahun = 23,3% per tahun...Allah telah memerintahkan 3 macam perpuluhan … Nehemia 12: 44, Maleakhi 3:8-12, Ibrani 7:5).
Perpuluhan itu dari hasil tanah yaitu benih, buah atau hewan ternak. Itu adalah hasil tanah bukan uang. Sebuah pararel yang jelas dapat dilihat antara sistem perpuluhan Israel dan sistem perpajakan modern yang sekarang ada di Amerika. Israel diwajibkan untuk mendukung pekerja-pekerja nasional mereka (imam-imam), hari-hari suci mereka (festival-festival), dan orang-orang miskin di tempat mereka (orang asing, janda dan yatim piatu) dengan perpuluhan tahunan mereka. Kebanyakan sistem-sistem pajak modern memiliki tujuan yang sama dengan itu.
Bersama kematian Yesus, semua upacara dan simbol-simbol agama yang dimiliki orang Yahudi telah dipakukan pada salib-Nya dan dikuburkan … tidak pernah muncul lagi untuk menghukum kita. Dengan alasan ini kita tidak pernah melihat orang-orang Kristen memberikan perpuluhan di dalam Perjanjian Baru. Tidak pernah kita melihat mereka mempersembahkan kambing domba untuk menutupi dosa-dosa mereka. Paulus menulis, "Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka. Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari sabat; semuanya itu hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus." Kolose 2:13-17
Perpuluhan dimiliki secara eksklusif oleh Israel di bawah hukum Taurat. Soal pengelolaan keuangan, kita melihat orang-orang kudus abad pertama memberi dengan gembira sesuai kemampuan mereka bukan tanggung jawab yang keluar dari sebuah perintah (ini jelas tertulis di 2 Korintus 8:3-13, 9:5-12. Paulus menulis tentang pemberian: Beri sesuai kemampuan dan kekayaan). Pemberian di gereja mula-mula adalah sukarela dan yang diuntungkan dari pemberian tersebut adalah orang miskin, yatim piatu, orang sakit, janda-janda, orang-orang di penjara dan orang-orang asing.
Saya dapat mendengarkan sekarang ini keberatan-keberatan seperti: "Tapi bagaimana dengan Abraham? Dia hidup sebelum hukum Taurat. Dan kita melihat dia memberikan perpuluhan kepada Imam Besar Melkisedek. Apakah ini tidak terbalik dengan argumen Anda bahwa perpuluhan adalah bagian dari hukum Taurat?". Ada tiga hal yang seperti menjelaskan hal tersebut. Pertama, perpuluhan Abraham adalah sukarela sepenuhnya. Bukan sesuatu yang diwajibkan. Allah tidak pernah memerintahkannya seperti Dia memerintahkan perpuluhan kepada Israel. Kedua, perpuluhan Abraham berasal dari jarahan yang dia peroleh dari pertempurannya. Dia tidak memberikan perpuluhan dari pendapatan rejekinya sendiri atau kekayaannya. Tindakan perpuluhan Abraham tersebut sama seperti kalau Anda memenangkan lotere, sebuah mega jackpot, atau penerimaan sebuah bonus dari pekerjaan, lalu diberikan sepersepuluhnya. Ketiga, dan yang paling penting, perpuluhan Abraham tersebut hanya sekali terjadi di sepanjang 175 tahun hidupnya di muka bumi. Kita tidak punya bukti bahwa dia kembali melakukan hal tersebut. Konsekuensinya jika kita menggunakan Abraham sebagai sebuah pembuktian untuk argumen kita bahwa orang-orang Kristen harus memberikan perpuluhan, maka kita hanya diharuskan memberikan perpuluhan sekali saja!
Ini membawa kita kembali kepada teks yang seringkali dikutip dalam Maleakhi 3. Apakah yang Allah katakan disana? Kutipan ini menunjukkan kepada bangsa Israel kuno dimana mereka ada dibawah hukum Taurat. Saat itu umat Tuhan menahan perpuluhan dan persembahan mereka. Bayangkan apa yang akan terjadi jika sebagian besar orang Amerika menolak membayar sebagian besar pajak pendapatan mereka. Hukum Amerika memandang hal tersebut sebagai perampasan atau perampokan. Maka kesalahan tersebut akan ditindaklanjuti dengan hukuman oleh pemerintah karena pencurian tersebut. Hal yang sama, ketika Israel menahan pajak (perpuluhan mereka) maka mereka sedang mencuri dari Allah yang telah mewajibkan sistem perpuluhan tersebut. Tuhan lalu memerintahkan umat-Nya untuk membawa perpuluhan mereka ke dalam rumah perbekalan/persediaan. Rumah perbekalan/persediaan tersebut lokasinya ada dalam ruangan bait suci. Ruangan tersebut disediakan untuk menyimpan perpuluhan (yang adalah produk dan hasil- hasil pertanian, bukan uang) untuk men-support orang Lewi, orang miskin, orang asing dan para janda. Tuhan memberi peringatan dalam Maleakhi 3:5 dengan berkata bahwa Dia akan menghukum orang yang menindas para janda, anak piatu dan orang asing. Dia berkata: "Aku akan mendekati kamu untuk menghakimi dan akan segera menjadi saksi terhadap tukang-tukang sihir, orang-orang berzinah dan orang-orang yang bersumpah dusta dan terhadap orang-orang yang menindas orang upahan, janda dan anak piatu, dan yang mendesak ke samping orang asing, dengan tidak takut kepada-Ku, firman Tuhan semesta alam."
Janda-janda, anak piatu dan orang asing adalah mereka yang paling berhak menerima perpuluhan. Karena Israel menahan perpuluhan mereka maka mereka bersalah telah menindas tiga kelompok orang tersebut. Di dalam hati Allah Maleakhi 3:10 merupakan penindasan kepada orang miskin.
Berapa banyak pengkhotbah-pengkhotbah yang telah Anda dengar membukakan poin tersebut ketika mereka bicara panjang lebar tentang Maleakhi 3 tersebut? Perpuluhan memiliki tujuan untuk mendukung janda-janda, anak piatu, orang asing dan orang Lewi yang termasuk kelompok yang tidak memiliki apa-apa. Inilah pandangan firman Allah mengenai Maleakhi 3.

Asal-usul perpuluhan dan gaji pendeta
Cyprian (200-258) adalah orang Kristen pertama yang menulis tentang praktek dukungan keuangan terhadap kependetaan (clergy). Dia berargumentasi bahwa imam-imam Lewi-lah yang di dukung oleh perpuluhan, maka kependetaan Kristen akan di dukung juga oleh perpuluhan tetapi sesungguhnya ini merupakan kesalahan pemikiran. Hari ini, sistem keimamatan Lewi telah dihapus. Kita semua sekarang adalah imam maka jika seorang imam menerima perpuluhan maka orang Kristen akan memberikan perpuluhan satu sama lain. Pendapat dari Cyprian sangat luar biasa pada zaman itu dan tidak disuarakan oleh kekristenan pada umumnya sampai beberapa lama kemudian. Selain Cyprian tidak ada penulis Kristen sebelum Constantine yang pernah menggunakan Perjanjian Lama sebagai referensi untuk menyokong pandangan perpuluhan. Hal tersebut tidak ditemukan sampai pada abad ke-empat. 300 tahun setelah Kristus, beberapa pemimpin Kristen mulai mendukung pandangan mengenai perpuluhan sebagai sebuah praktek kekristenan untuk mendukung kaum clergi (kependetaan) tetapi ini pun tidak tersebar luas di antara orang-orang Kristen sampai abad ke-delapan. Seorang terpelajar pernah berkata, "Selama 700 tahun pertama perpuluhan sukar dijelaskan". Peta sejarah perpuluhan Kristen adalah sebuah pelajaran yang menarik. Perpuluhan telah berkembang secara perlahan dari negara kepada gereja. Pemberian perpuluhan dari hasil-hasil pertanian yang diperoleh seseorang adalah pembayaran pinjaman yang lazim untuk tanah-tanah yang disewakan di Eropa Barat. Gereja mengembangkan kepemilikan tanahnya melintasi Eropa; sepuluh persen dari biaya sewa tanah diberikan kepada gereja. Ini telah memberikan kepada peraturan "10% ongkos sewa tanah" sebuah makna yang baru. Ini diidentifikasikan dengan perpuluhan keimamatan Lewi. Konsekuensinya, perpuluhan Kristen sebagai sebuah adat atau kebiasaan yang didasarkan atas sebuah gabungan praktek Perjanjian Lama dan institusi dunia. Pada abad ke-delapan perpuluhan diharuskan oleh hukum dan banyak tempat di Eropa Barat. Akhir abad ke-sepuluh pembedaan perpuluhan sebagai sebuah ongkos sewa dan sebuah persyaratan moral didukung oleh Perjanjian Lama telah dihilangkan. Perpuluhan menjadi diwajibkan ke seluruh kekristenan Eropa. Sebelum abad ke-delapan perpuluhan dipraktekkan sebagai pemberian sukarela. Tetapi pada akhir abad ke-sepuluh dipindahkan ke dalam sebuah persyaratan legal untuk mendanai gereja pemerintah … diminta oleh klergi dan dikuatkan oleh otoritas sekuler! Syukurlah banyak gereja-gereja modern menghapuskan perpuluhan sebagai persyaratan legal. Tetapi praktek perpuluhan hari ini tetap saja sebanyak ketika hal tersebut mengikat secara legal di masa yang lalu. Tentu Anda tidak akan dihukum secara fisik jika gagal memberi perpuluhan. Tetapi jika engkau bukan seorang pemberi perpuluhan maka di banyak gereja-gereja modern Anda akan disingkirkan dari posisi pelayanan. Dan Anda akan selamanya dipersalahkan dari mimbar.
Selama tiga abad pertama, pelayan-pelayan Tuhan tidak menerima gaji tetapi ketika Constantine muncul, dia mewajibkan praktek pembayaran gaji tetap kepada kependetaan dari dana-dana gereja dan pemerintahan serta kekayaan kerajaan. Jadi lahirlah gaji kependetaan, sebuah praktek berbahaya yang tidak mempunyai akar dalam Perjanjian Baru.

Akar dari segala kejahatan
Jika seorang pemercaya berharap memberikan perpuluhan karena keputusan atau keyakinan pribadi, itu lebih baik. Perpuluhan menjadi sebuah masalah ketika dikatakan sebagai perintah Allah yang mengikat setiap orang percaya.
Perintah perpuluhan sama dengan penindasan terhadap orang miskin. Tidak sedikit orang-orang Kristen yang miskin yang merasa jatuh kepada kemiskinan lebih parah lagi sebab mereka telah mengatakan bahwa jika mereka tidak memberikan perpuluhan, mereka sedang mencuri milik Allah. Ketika perpuluhan dikatakan sebagai perintah Tuhan, orang-orang Kristen yang tidak dapat memenuhi perintah tersebut akan merasa bersalah dan jatuh ke dalam kemiskinan lebih dalam lagi. Ini menyebabkan perpuluhan telah menjauhkan Injil untuk menjadi "berita baik untuk orang miskin". Bukannya menjadi berita baik malahan menjadi beban berat. Bukannya kemerdekaan, hal tersebut malah menjadi penindasan. Kita cenderung melupakan bahwa perpuluhan yang asli yang ditetapkan Allah untuk orang Israel sebenarnya untuk mendatangkan keuntungan untuk orang Israel, bukannya untuk melukai mereka.
Sebaliknya, perpuluhan modern adalah berita baik untuk orang kaya. Bagi seseorang yang berpenghasilan tinggi, 10% adalah jumlah yang sedikit. Pemberian perpuluhan akan menenangkan hati orang kaya dan hal tersebut tidak akan mempengaruhi gaya hidup mereka. Tidak sedikit orang Kristen yang makmur diperdaya kepada pemikiran bahwa mereka "sedang taat kepada Allah" sebab mereka melemparkan 10% saja dari pendapatan mereka ke dalam kantong persembahan. Tetapi Allah memiliki pandangan yang berbeda tentang persembahan. Dalam perumpamaan janda yang miskin, dalam Lukas 21:1-4 dikatakan: Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan 2 peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."
Sungguh menyedihkan, perpuluhan sering ditampilkan sebagai sebuah kertas lakmus penguji bagi kepemimpinan. Jika Anda adalah seorang Kristen yang baik, Anda akan memberikan perpuluhan. Tetapi ini adalah sebuah penerapan yang palsu. Perpuluhan bukan tanda dari penyembahan Kristen. Jika perpuluhan adalah tanda kekristenan, seluruh orang Kristen pada abad pertama akan dihukum karena tidak taat.
Akar lama dibalik penekanan perpuluhan dalam gereja modern adalah gaji kependetaan. Tidak sedikit gembala-gembala merasa bahwa mereka harus mengkhotbahkan perpuluhan untuk mengingatkan jemaat mereka tentang kewajiban- kewajibannya mendukung gembala dan program-programnya. Dan mereka akan menggunakan janji berkat keuangan atau ketakutan akan kutuk keuangan untuk memastikan perpuluhan jalan terus.
Perpuluhan modern sama dengan sebuah lotere Kristen. "Bayar perpuluhan dan Allah akan memberimu kembali banyak uang. Tolak perpuluhan, dan Allah akan menghukummu." Banyak pemikiran-pemikiran yang merobek dan mengoyak jantung dari berita baik Injil. Hal yang sama dapat dikatakan tentang gaji kependetaan. Ini bukan nilai Perjanjian Baru. Pada kenyataannya clergi salary (gaji kependetaan) cenderung berlawanan dengan seluruh watak Perjanjian Baru. Penatua-penatua (gembala-gembala) pada abad pertama tidak pernah digaji, mereka orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan profesi. Mereka memberi kepada jemaat bukan mengambil dari mereka.
Penggajian gembala-gembala membuat mereka menjadi profesional-profesional yang dibayar. Ini mengangkat mereka melampaui umat Allah yang lain. Ini menciptakan sebuah kasta kependetaan yang memutarbalikkan kehidupan Tubuh Kristus ke dalam sebuah bisnis. Sejak gembala dan stafnya dibayar untuk melayani , mereka menjadi profesional bayaran. Segala perilaku gereja masuk dalam sebuah tingkat ketergantungan yang pasif. Jika setiap orang Kristen dipanggil untuk berfungsi sebagai imam-imam dalam rumah Tuhan (dan mereka diijinkan untuk menggunakan panggilan itu), pertanyaan yang segera muncul: Apakah kita harus membayar pastor-pastor kita? Tetapi hari ini, dalam keimamatan yang pasif, banyak pertanyaan-pertanyaan tidak pernah muncul. Sebaliknya ketika gereja berfungsi sebagaimana seharusnya, kependetaan profesional menjadi tidak perlu. Tiba-tiba pemikiran yang mengatakan, "itu adalah pekerjaan pendeta" terlihat tidak alkitabiah. Sebuah kependetaan profesional akan mendorong pengembangan pemikiran salah bahwa firman Allah digolongkan sebagai hal yang hanya dapat di handle oleh orang- orang yang ahli saja.
Membayar seorang pendeta atau gembala juga akan mendorongnya menjadi seorang "man-pleaser" (asal orang lain senang). Ini membuat dia menjadi budak manusia. "Kupon makan"-nya bergantung seberapa baik dia menyenangkan jemaatnya. Jadi dia tidak bebas untuk bicara tanpa takut bahwa dia akan kehilangan pemberi-pemberi perpuluhan. Bahaya lebih jauh lagi dari sistem penggajian pendeta adalah kecenderungan menghasilkan manusia-manusia yang tidak memiliki banyak keahlian. Sayang sekali banyak umat Tuhan sangat polos dan tidak mengerti tentang kekuasaan yang berlebihan dari sistem kependetaan. Allah tidak pernah mengharapkan lembaga kependetaan yang profesional untuk eksis. Tidak ada mandat atau penegasan alkitabiah mengenai hal tersebut. Pada kenyataannya tidak mungkin menyusun sebuah pembelaan alkitabiah untuk itu.
Seringkali para usher dipilih untuk menangani pengumpulan keuangan selama kebaktian berlangsung. Mereka menyodorkan "kantong persembahan" kepada jemaat. Praktek mengedarkan kantong persembahan tersebut dimulai pada tahun 1662 meskipun peti persembahan dan piring persembahan telah ada sebelum itu. Usher bermula dari Ratu Elizabeth I (1553-1603) yang pada waktu itu mengorganisasikan kembali liturgi gereja di Inggris. Para usher memiliki tugas mengawasi orang-orang duduk, mengumpulkan persembahan dan mencatat siapa yang telah mengambil perjamuan suci. Yang ada lebih dulu dari usher adalah "kuli pengangkut" (sama dengan "porter" gereja). Porter-porter itu memiliki tugas mengawasi penguncian dan pembukaan pintu gereja, menjaga bangunan dan mengawasi peraturan umum bagi para diaken.

Kesimpulan
Perpuluhan, sekalipun alkitabiah, bukan kekristenan. Yesus Kristus tidak menyatakan hal itu. Kekristenan abad pertama tidak melakukan hal tersebut dan selama 300 tahun umat Allah tidak mempraktekkannya. Perpuluhan tidak menjadi praktek yang diterima meluas di kalangan kekristenan sampai abad ke-delapan. Pemberian di dalam Perjanjian Baru adalah sesuai kemampuan seseorang. Orang- orang Kristen memberikan pertolongan kepada orang-orang percaya yang lain dan juga mendukung pekerja-pekerja apostolik, mendanai perjalanan dan perintisan jemaat. Satu dari kesaksian yang paling terkenal dari gereja mula-mula adalah betapa murah hatinya orang-orang Kristen terhadap orang miskin dan orang-orang yang dalam kebutuhan. Inilah yang membuat orang-orang luar, termasuk filsuf Galen, untuk melihat hal yang mengagumkan, kekuatan yang menarik dari gereja mula-mula dan berkata: "Lihatlah mereka mengasihi satu sama lain".
Perpuluhan hanya disebutkan 4 kali dalam Perjanjian Baru tetapi tidak satu pun dari konteks itu diaplikasikan kepada kekristenan. Sekali lagi, perpuluhan merupakan bagian dari Perjanjian Lama dimana sistem perpajakan dibutuhkan untuk mendukung orang miskin dan dalam masa dimana sebuah keimamatan dipisahkan secara khusus untuk melayani Tuhan. Bersama dengan kedatangan Yesus Kristus ada sebuah "perubahan hukum"--yang tua "dibatalkan" dan menjadi usang oleh karena yang baru.
Kita semua sekarang adalah imam, bebas berfungsi di dalam rumah Allah. Hukum Taurat, keimamatan yang lama, dan perpuluhan semuanya telah disalibkan. Tidak ada lagi sekarang tirai bait Allah, pajak rumah Allah atau pun keimamatan khusus yang berdiri di antara Allah dan manusia.
Anda, orang-orang Kristen, telah dibebaskan dari perbudakan perpuluhan dan dari kewajiban untuk mendukung sistem klergi yang tidak alkitabiah.

Jumat, 05 Maret 2010

Saudara- saudaraku yang terkasih,

Menjadi masalah serius yang harus kita perhatikan mengenai apa alasan kita menjadi orang Kristen? Jika kekristenan itu bisa dikatakan sebagai agama maka apa alasan kita memeluk agama Kristen? Dan jika saya pertegas lagi, apa alasan kita mempercayai Tuhan Yesus yang sekarang kita percayai? Dalam memahami hal ini kite harus jujur mengakui bahwa ketika kita mengamati kebiasaan manusia pada umumnya, mereka beragama hanya untuk mendapatkan keselamatan, baik itu keselamatan ekonomi, kesehatan jasmani, jodoh, dan berbagai perkara dunia lainnya yang menurutnya menyenangkan jiwa. Dan jika saya persingkat, manusia beragama hanya untuk mendapatkan keberuntungan/ kebahagiaan.

Apa yang dimaksud beruntung atau kebahagiaan? Dan apa alasan seseorang di dalam hidupnya mengatakan ia beruntung/ bahagia? Jika kita disuruh untuk menuliskan kebahagiaan/ keberuntungan yang kita inginkan maka tidak akan ada habis. Di sini kita harus menyadari bahwa kebahagiaan itu relatif, ada orang yang mengatakan ia bahagia jika ia sehat, yang satu mengatakan bahwa kebahagiaanya adalah kehormatan, dan yang lain mengatakan bahwa ia berbahagia jika memiliki kekayaan,dan sebagainya. Dan juga kebahagiaan/ keberuntungan tersebut sifatnya bergerak/ dinamis mengikuti sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas. Masih anak- anak kebahagiaannya kelereng lalu bergerak ke sepeda. Sudah remaja kebahagiaannya punya motor, sudah dewasa mobil dan tidak akan ada habisnya. Dan walaupun ada seseoarang yang memiliki kebahagiaan yang paling sempurna, terhormat, kaya, mendapatkan jodoh yang ideal, keluarga harmonis tetapi jika tidak mengenal Tuhan maka sia- sia lah semuanya itu. Dan jika kita memiliki kebahagiaan yang paling sempurna itu pun hanya 70 tahun selanjutnya kematian akan menjemput kita. Yang harus dipersoalkan bukanlah masalah sewaktu kita hidup tetapi kehidupan dibalik kematian tersebut. Apakah yang kita terima nanti kemuliaan kekal atau kematian kekal. Dan apa yang dituai seseorang di kekekalan nanti adalah buah dari apa yang ia tabur ketika ia hidup. Dan tanpa mengenal Tuhan dengan benar dapat dipastikan orang itu akan binasa.

Menjadi masalah yang serius untuk dibicarakan bukan hanya kepada siapa Tuhan yang kita percayai tetapi Tuhan yang bagaimanakah yang kita percayai? Hal ini jarang diberitakan di gereja, justru yang selama ini diajarkan hanya percaya kepada Yesus karena Yesus itu baik, berkuasa, penuh kasih dan sebagainya. Memang hal ini tidaklah salah jika kita memang baru percaya ( orang Kristen baru ), namun seiring berjalannya waktu pengenalan kita akan Tuhan tidak boleh terpaku akan kuasa dan kebaikan Tuhan. Dan yang lebih ironis gereja bukan membuat jemaat mengenal/ memahami Tuhan yang bagaimana yang kita percayai, tetapi pelayanan gerejani justru membuat pola pikir jemaat semakin matrealis dan membuat mereka jauh dari kehendak Tuhan. Dan celakanya jemaat berpikir kekristenan hanya sekedar percaya, hidup diberkati, dan mati masuk sorga. Ini sangat menyesatkan. Dan banyak orang tertipu hal ini. Dan kita tidak boleh terjebak dan harus bertobat.

Kita harus jujur terhadap diri kita dan bersedia untuk dikoreksi dengan Tuhan. Tanpa kesediaan untuk membuka hati untuk dikoreksi oleh Tuhan maka tidaklah mungkin seseoarang memahami kebenaran ini. Yang harus kita lakukan adalah merubah pola pikir kita agar tidak serupa dengan dunia ( Roma 12 : 2 ). Kata pembaharuan dalam teks aslinya yaitu anakainosis yang berarti renewing ( pembaharuan ). Hal ini menunjuk kepada sesuatu yang diubahkan. Sedangkan kata “budi” dalam Roma 12 : 2 diterjemahkan nous ( baca : nous ) yang artinya mind ( pikiran ) , understanding

( pengertian ). Jadi ketika seseorang percaya kepada Tuhan Yesus yang harus diubah adalah pikirannya. Yaitu pikiran – pikiran yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, tanpa perubahan mindset mustahil seseorang mengerti kehendak Allah; apa yang baik, berkenan dan sempurna.

Di sini kita bisa melihat bahwa Tuhan menghendaki kita sempurna seperti Yesus dan ini sudah ditegaskan oleh Tuhan Yesus di dalam Matius 5 : 48, yang dalam KJV diterjemahkan “ Be therefore perfect, even as your father in heaven is perfect”. Harus kita sadari bahwa kita dipanggil bukan hanya untuk percaya tetapi juga untuk sempurna seperti dia. Bukan hanya menjadi manusia yang bermoral, jika hanya ditekankan moral yang baik setiap agamapun mengajarkan moral yang baik, seperti jangan mencuri, membunuh, berzinah yang sekarang ini diserap menjadi hukum dasar manusia. Tetapi masalahnya adalah tanpa moral dari Tuhan manusia tidak mungkin memenuhi standar kualitas manusia yang dikehendaki Bapa. Dan Yesuslah yang menjadi role model atau prototype manusia yang dikehendaki Bapa.

Di sini kita dapat melihat Tuhan yang bagaimana yang kita percayai, yaitu Tuhan yang memiliki kehendak. Tetapi yang diajarkan selama ini adalah seolah – olah Tuhan bisa diatur. Padahal Tuhan adalah pribadi agung yang memilki keabsolutan yang tidak bisa untuk diatur siapapun. Ini adalah sesat dan banyak dari kita tidak menyadari telah memperlakukan Tuhan dengan tidak pantas.

Di sini dibutuhkan keseriusan untuk mengenal Tuhan dan dibutuhkan pertaruhan segenap hidup untuk bersahabat dengan Tuhan. Jadi kekristenan bukanlah sebagian dari hidup melainkan segenap hidup. Prinsip ini tidak bisa digantikan dengan apapun, jika pengiringan kita kepada Tuhan hanya sebagian dari hidup maka sia – sia lah keberagamaan kita. Sementara kita disibukan dengan perkara – perkara dunia menjadikan kita lupa akan tujuan kita yang sebenarnya yaitu menjalin persahabatan dengan Tuhan. Dan ini liciknya iblis merusak pola pikir manusia lewat kotbah – kotbah yang tidak murni yang disebarluaskan lewat mimbar gereja. Iblis memang sengaja menyembunyikan ending dari perjalanan hidup manusia sehingga manusia merasa hidup yang mereka jalani berjalan dengan lancar tanpa memperhatikan arahan dan perasaan Tuhan. Banyak orang terjebak dalam hal ini ingin meraih kehormatan, kekayaan, pangkat, gelar tanpa memahami hati pikiran perasaan Tuhan. Orang rela bertaruh untuk mendapatkan sesuatu yang belum pasti mereka terima tetapi untuk sesuatu yang pasti akan kita hadapi yaitu kematian atau kemuliaan kekal kita tidak pernah mempersoalkan dengan serius. Ini yang harus kita persoalkan. Bukan hanya sekedar makan minum, hidup makmur, dan pekara dunia lainnya, jika kita menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawab kita masalah makan minum pun dapat kita selesaikan. Orang kafir yang tidak percaya Tuhan pun bisa lebih makmur asal bekerja keras. Dan ini adalah hukum kehidupan, jangan memaksa Tuhan untuk merubah hukum kehidupan ini dengan menggantikan tanggung jawab dengan doa. Saya mengatakan hal ini bukan bermaksud mengatakan bahwa doa tidak penting tetapi doa memiliki tempat sendiri dan tanggung jawab kita sebagai manusia wajib.

Yang kita perlukan bukanlah pemulihan jasmani tetapi pemulihan karakter kita yang tadinya serupa dengan dunia agar serupa dengan apa yang Tuhan inginkan. Pola pikir kita mengenai kebahagiaan pun tidak boleh sama dengan dunia. Harus Tuhan yang menjadi kebahagiaan kita. Dan Tuhan itulah sumber kebahagiaan kita. Di sini kita belajar untuk menjadikan Tuhan sumber kehidupan bukan sumber kebutuhan. Dan kita selama menumpang hidup di dunia harus memiliki standar asal ada makanan pakaian cukup

( 1 Tim 6 : 8 ). Sampai pada tingkat ketidakterikatan kita dengan dunia barulah seseorang bisa berkata ; “ yang kuingini Engkau saja “. Jika seseorang sampai pada tingkat ini maka barulah ia menemukan kebahagiaan yang benar. Solagracia